Selasa, 22 Mei 2012

Numpang Jualan Gan!!!!




Baju Kaos Metal Rp. 75.000 (Khusus wilayah Tarakan) tanpa ongkir...
berminat hubungi 085752004498

Sakura Sea with another vocalist...


Konser J Rocks di Malang


Hari Jumat malam kemaren (13/02) Kota Malang kembali disuguhi acara musik. J-Rocks, dengan ciri khas yang harajuku banget istilahnya (sempat di kritik karena meniru penampilan L'Arc~en~Ciel), kembali menggetarkan Kota Malang dengan irama musik japan yang mereka usung. Acara yang disponsori utama oleh marlboro mix ini berlangsung meriah. Dihadiri oleh ribuan pasang mata yang rata-rata dipenuhi oleh J-Rocks Star (fans J-Rocks), band nyentrik ini berhasil memukau para j-rocks star dengan lagu-lagu mereka. Kehadiran mereka (J-Rocks) seolah-olah mengobati rasa rindu penggemarnya di kota dingin ini. Bagaimana tidak, kali terakhir mereka tampil di malang adalah sewaktu digelarnya pesta musik nasional, A Mild Live Soundrenaline pada Agustus tahun lalu.


Sebenarnya acara sudah di mulai dari jam 18.00, tetapi berhubung saya datang telat jadi tidak sempat mengetahui ada berapa banyak performance band pembuka. Saya hanya sempat menikmati satu performance dari para breaker Kota Malang. Ternyata, penampilan breakers ini adalah pembuka terakhir sebelum tampilnya sang bintang yang ditunggu, J-Rocks. Konser yang berlangsung didepan stasiun kota baru malang sempat membuat kemacetan disekitar lokasi. Tetapi dengan kesigapan para petugas dari pihak kepolisian dan marlboro sendiri selaku sponsor, berhasil mengatasinya. Terima kasih pak polisi. Setelah performance dari para breaker ini usai, saat yang ditungu-tunggu datang. J Rocks mucul dengan diawali salah satu personilnya, Sony sang gitaris. Kemudian disusul personil lainnya, Anton (drummer), Wima (basist), kemudian yang terakhir adalah sang pentolan, Iman, sang vocalist sekaligus gitarist. Mereka kemudian langsung memainkan intro yang cantik yang menunjukkan skill individu mereka. Dan tembang pertama yang mereka suguhkan untuk menyapa para J Rocks star ini adalah lepaskan diriku (maaf kalau salah, soalnya saya juga sedikit lupa judul lagunya). Kemudian disusul dengan hits lainnya (maaf,saya lupa lagi urutan lagunya, tidak bawa apa-apa soalnya, takut copet.hehehehe), tapi yang jelas seperti falling in love, meraih mimpi, cobalah kau mengerti, ceria, juwita hati, tersesal,into the silent. Tak henti-hentinya iman, sang vocalist, menyapa J Rock Star di sela lagu-lagu yang dinyanyikannya. Ini membuktikan bahwa band mereka sangat komunikatif dengan para penonton yang hadir. Dan pada lagu kau curi lagi, yang versi aslinya duet dengan prisa, si iman ini mengajak personil lainnya, Wima dan Sony untuk nyanyi bareng.


Tak terasa, lagu ini sekaligus lagu penutup penampilan J-Rocks. Setelah menyuguhkan kurang lebih sepuluh lagu andalan mereka, secara keseluruhan penampilan J-Rocks kali ini berhasil mengobati kerinduan para penggemarnya, khususnya di Kota Malang. Keamanan disekitar lokasi berjalannya konserpun cukup aman dan terkendali. Semoga sukses selalu J-Rocks.

Live Review: L'Arc-en-Ciel

Lapangan D Senayan, Jakarta. Rabu, 2 Mei 2012.

Penampilan perdana di Indonesia yang sangat berkesan.
Oleh: Sakura Sea

image
Konser L Arc-en-Ciel di Jakarta. (Foto: Bayu Adhitya)
Bisa dikatakan Selasa, 2 Mei 2012 adalah tanggal “Naik Haji” bagi para penikmat dan pemuja musik J-Rock di tanah air. Pasalnya, L’arc-en-ciel, band rock Jepang yang begitu ikonik dan sangat populer sejak era sembilan puluhan itu akhirnya dapat disaksikan secara langsung dalam gelaran L’arc-en-ciel World Tour 2012.

Hyde (vokal), Tetsuya (bass), Ken (gitar), dan Yukihiro (drums) memasukkan Jakarta sebagai pelabuhan kesembilan dalam rangkaian tur dua puluh tahun eksistensi mereka di industri musik dunia. Tak heran banyak dari Cielers Indonesia (sebutan bagi penggemar L’arc-en-ciel di Indonesia) yang menyebut gelaran ini sebagai sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.

Para penonton nampaknya ingin segera mewujudkan mimpi di tidur panjang mereka lebih awal. Ini terlihat dari adanya kerumunan yang mulai memadati Lapangan D Senayan, Jakarta sejak pukul satu siang. Padahal, jauh hari sebelumnya, pihak promotor telah menghimbau kepada para penonton agar tidak datang terlalu pagi. Toh, pada akhirnya pintu utama pun baru dibuka pukul empat sore.

Antrian mengular selepas pintu pertama dibuka akhirnya surut sekitar pukul delapan. Sayangnya, semua penonton yang sudah berada di masing-masing tiga kelas festival di depan panggung masih disuguhi panggung raksasa seluas delapan puluh meter yang sunyi dan senyap. Tiga layar LED: dua kiri-kanan dan satu LED besar yang memenuhi latar panggung juga tampak hitam gelap.

Gerimis pun sempat ingin menjadi penampil pembuka pada malam itu. Puluhan panitia yang sedang bersiap tampak kebingungan mengamankan panggung, lighting, dan kelengkapan sound system agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika hujan benar-benar turun.

Setengah jam lebih dengan panggung kosong, ketiga layar LED itu akhirnya hidup dan menayangkan tampilan visual apik sebagai intro penyambut naiknya para personel ke atas panggung. Penonton yang sudah mulai bosan sontak berteriak histeris dengan tampilan visual khas L’Anniversary Tour yang menampilkan visualisasi futuristik.

Tepat setelah video yang menampilkan Hyde dalam bentuk robot usai, kwartet asal Osaka, Jepang ini pun langsung menggebrak dengan single pembuka "Ibara No Namida." Histeria penonton semakin menjadi-jadi tatkala Hyde maju ke depan panggung di temani gitaris Ken dan Bassist Tetsuya.

Dua single anyar dari album Butterfly, “Chase” dan “Good Luck My Way” didapuk sebagai dua lagu selanjutnya. Sayang, keluaran sound yang kurang maksimal untuk band sekelas L’Arc-en-Ciel cukup mengganggu kekhidmatan para penonton.

“Halo Jakarta. Kami L’arc-en-Ciel. Kamu senang bertemu aku? Aku juga,” ucap Hyde pertama kali menyapa para penonton usai lagu ketiga. Dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang terbata-bata sambil sesekali melihat contekan, vokalis bernama asli Hideto Takarai ini berusaha ramah dalam sesi MC berbahasa Indonesia yang semuanya dibawakan oleh L’Arc-en-Ciel sendiri.

Konser segera dilanjutkan dengan lagu upbeat “Honey,” sebuah nomor lawas yang cukup populer dari album Ray di tahun 1999. Tak perlu menunggu lama, lagu ini langsung membuat seluruh isi Lapangan D Senayan bergema koor massal kompak.

Drummer Yukihiro yang paling pendiam diantara ketiga personil lainnya mencoba berinteraksi dengan caranya sendiri sesaat sebelum lagu “Revelation” dimainkan. Personil terakhir yang bergabung dengan L’Arc-en-Ciel itu memainkan beat drum seperti beat “We Will Rock You” milik Queen yang kemudian disambut teriakan “Ooooiii…!!!” dari para penonton.

“Hitomi No Juunin” menjadi lagu kedua yang dibawakan dari album Smile (2004) setelah “Revelation”. Lagu ini menjadi salah satu lagu yang cukup dinanti mengingat single ini pernah mondar-mandir di berbagai stasiun radio tanah air pada eranya. Dengan tempo yang lambat, lagu ini cocok untuk menjadi lagu penarik nafas sebelum akhirnya berjingkrak kembali di lagu-lagu lainnya.

“Mantap! Mantap!” ujar gitaris Ken di tengah-tengah jalannya konser. Figur paling kocak pada band yang lahir sejak 1991 ini pun memulai aksi MC Bahasa Indonesia dengan ujaran “Mantap!”.� Maksud hati ingin menceritakan pengalamannya selama di Jakarta, sesi MC Ken malah terlihat seperti sesi komedi panggung malam itu. Penonton pun dibuat tertawa terbahak-bahak oleh sang gitaris.

Di tengah-tengah sesi MC-nya, Ken memberikan buah tangan yang ia dapatkan ketika sedang berjalan-jalan di Jakarta. Sekotak paket berisi wayang, miniatur gamelan, serta sebuah suling bambu diberikan Ken kepada sang pentolan. Ketidaktahuan Hyde dalam memainkan suling yang diberikan Ken sontak jadi bahan tertawaan para penonton yang hadir.

Sesi pengundang tawa lainnya adalah ketika Tetsuya mulai menjadi MC. “Halo, gua Suju dari Korea, ooopppsss,” ujar pendiri band ini sambil bercanda. Penonton langsung tertawa secara kompak mendengar lelucon Tetsu.

“Seventh Heaven”, “Drivers High”, “Stay Away”, hingga “Ready Steady Go” secara berturut-turut dibawakan dengan penuh impresi. Tata visual panggung yang berkualitas, dengan menampilkan live viewing di LED kiri-kanan panggung tanpa delay sedkit saja membuat konser ini layak mendapat acungan dua jempol. Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan kualitas tata suara yang tak kunjung membaik hingga akhir acara.

Sebagai penutup, “Anata”, “The Fourth Avenue Caf�”, “Link”, hingga lagu wajib “Niji” menjadi encore yang sempurna untuk gelaran pertama Hyde cs di Tanah Air. Konserpun di akhiri dengan sesi lempar pisang dan permen lolly pop oleh bassist Tetsu yang biasa ia lakukan di setiap konsernya.

Sayangnya, sebuah proyek bernama “Bless Project” yang sempat dipersiapkan para Cielers Indonesia kurang berhasil dibawakan mengingat sukarnya koordinasi penonton yang berjumlah lebih dari tujuh ribu orang malam itu. Sekedar catatan, “Bless Project” merupakan ucapan terima kasih para penggemar untuk L’Arc-en-Ciel dengan menyanyikan lagi “Bless” di akhir konser secara bersama-sama.

Akhir kata, meskipun kurang maksimal dalam divisi suara, namun aksi panggung L’Arc-en-Ciel beserta tata visual panggung yang memukau cukup membuat penampilan debut ini sangat berkesan.

Awal mula masuknya musik jepang ke Indonesia

DI INDUSTRI MUSIK, invasi aliran musik dari Jepang bisa dibilang cukup kuat di Asia. Padahal kalau dirunut dari sejarah musikalnya, industri musik modern di Jepang terhitung baru eksis dan berkembang di era 80-an. Tapi pengaruhnya cepat menyebar. Nggak heran kalau sekarang kita bisa mendengar aliran musik yang diembel-embeli Jepang di depannya, seperti J [Japan] – Rock atau J [Japan]- Pop.

Memang, kalau menyimak fakta sejarah dan data-data yang tercecer di beberapa literature, musik modern yang masuk ke Jepang dibawa oleh orang-orang Amerika. Mereka –orang Amerika itu—awalnya memperkenalkan musik jazz. Kabarnya, jazzlah akar dari J-Pop yang kita kenal sekarang.

Akar dari J-Pop berawal dari musik Jazz yang populer pada awal era Showa. Awal Era Showa dimulai pada tahun 1926 oleh Kaisar Hirohito sampai dengan masa Perang Dunia II 1945. Musik Jazz memperkenalkan berbagai jenis alat musik yang sebelumnya hanya dipergunakan untuk musik klasik dan dalam militer, dalam berbagai bar dan klub seperti “Ongaku Kissa” yang merupakan salah satu tempat pertunjukkan Jazz yang terkenal.

Namun dalam masa Perang Dunia II, musik jazz sempat terhenti akibat tekanan dari tentara kerajaan Jepang. Setelah masa perang berakhir, Tentara Amerika Serikat memperkenalkan kepada Jepang jenis musik khas Amerika seperti boogie-woogie, mambo, blues dan country. Jenis-jenis musik tersebut dipertunjukkan oleh para musisi Jepang kepada pasukan tentara Amerika yang menempati markas AS di Jepang. Lagu seperti “Tokyo Boogie-Woogie” yang dinyanyikan oleh Sizuko Kasaoki (1948), “Tennesse Waltz” oleh Eri Chiemi (1951), “Omatsuri Mambo” oleh Misora Hibari dan “Omoide no Waltz” oleh Izumi Yukimura menjadi populer di Jepang.

Bahkan musisi luar seperti Jazz At The Philharmonic dan Louis Armstrong pernah mengunjungi Jepang untuk melakukan pertunjukkan. Tahun 1952 merupakan tahun dimana musik Jazz membooming. Namun, Jazz bukanlah jenis musik yang mudah dipelajari sehingga sebagian besar musisi amatir Jepang mempelajari musik country yang dianggap paling mudah dipelajari.

Demam Rock and Roll mulai melanda Jepang pada tahun 1956 oleh sebuah grup musik country, Kosaka Kazuya and Wagon Masters yang merilis album “Heartbreak Hotel”, yang aslinya dibawakan oleh sang raja Elvis Presley. Wabah rock and roll ini mencapai titik puncaknya pada tahun 1959 dengan munculnya sebuah film yang memfokuskan ada pertunjukan grup rock and roll Jepang. Turunnya pamor rock and roll di Amerika Serikat diikuti oleh Jepang seiring dengan banyaknya grup di Jepang yang tak lain hanya meniru Rock and Roll Amerika.

Oh ya, J-Pop yang kita kenal sekarang sebenarnya merupakan istilah umum yang mengandung banyak jenis (genre) musik Jepang seperti pop, rock, dance, rap dan soul. Di Jepang, istilah J-Pop digunakan untuk membedakan gaya musik modern dengan musik klasik Jepang yang disebut dengan Enka atau bentuk ballad dari Jepang tradisional. Sering juga kita mendengar istilah seperti J-Rock, Visual Kei dan J-Rap, namun semua istilah tersebut berada di dalam naungan J-Pop.



Istilah J-Pop sendiri sebenarnya tidak terlalu dikenal di khazanah musik di Jepang, sampai akhirnya istilah J-pop digaungkan oleh satu stasiun radio bernama “J-WAVE” untuk menunjukkan jenis musik yang berbeda dari musik rakyat. Disadari atau tidak, J-Pop sedikit banyak memang dipengaruhi oleh American-style yang menjadi pengaruh terkuat perkembangan musik di Jepang.

Contoh paling popular adalah penyanyi Jepang terkenal Utara Hikaru. Penyanyi cewek ini menjadi populer dengan gaya urban hip-hop dengan pengaruh Amerika yang kental. Gayanya berbeda di Jepang karena lebih mirip atau hampir sama dengan hip-hop Amerika. Itu pun disebabkan karena Utada Hikaru lahir dan besar di New York. Meski warna Jepang yang ditonjolkannya pun masih terasa kental.

Musik J-Pop merupakan bagian dari kebudayaan populer Jepang. Dan telah digunakan dimana-mana seperti anime, iklan, film, acara radio dan televisi, dan video game. Bahkan beberapa acara berita di televisi menggunakan lagu J-pop sebagai penutup acara.

Laju pertumbuhan J-Pop luar biasa tingginya. Dalam anime dan acara televisi lainnya, terutama drama, lagu J-pop yang digunakan sebagai soundtrack cenderung berubah setiap musim (season) sampai empat kali dalam setahun. Bila dihitung lagu pembuka (OP) dan penutup (ED) dan acara berlangsung selama satu tahun, maka paling tidak memiliki delapan lagu sebagai bagian dari acara tersebut.

Di Indonesia, demam J-Pop dimulai saat lagu Ko Ko Ro No Tomo meledak di tahun 80-an. Agak unik sebenarnya, ketika lagu-lagu pop cengeng begitu merajalela, Mayumi Itsuwa, tiba-tiba masuk dan memberikan sebuah perbedaan. Ketika itu, semua penggemar musik pop tiba-tiba bisa berbahasa Jepang.

Berawal dari J-pop yang dipengaruhi musik luar, dan hasilnya pun menggebrak dengan ekspansi sampai ke luar Jepang. Artis-artis J-Pop mulai melakukan pertunjukan ke luar Jepang dimulai dari seputar negara-negara di Asia, kemudian meluas ke Australia, Amerika, bahkan Eropa. Bahkan J-pop mulai dijadikan inspirasi musik di beberapa negara seperti Indonesia dengan grup-grup yang terinspirasi oleh artis Jepang paling pasaran di Indonesia, L`arc en Ciel. Kemudian menyusul gaya fashion mereka yang ditiru.


J-ROCK PUN MENGGEBRAK
Tak Cuma genre pop, J-Rock pun menjadi salah satu wabah di negara-negara Asia. Gaya rock ala Jepang banyak ditiru dan mejadi trend bermusik di banyak negara termasuk Indonesia.
Akar lahirnya J-Rock pun sebenarnya tak berbeda dengan J-Pop. Sejarah J-Rock dimulai tahun 1957 dengan dikenalnya musik rock di Jepang bersamaan dengan puncak kepopuleran rockabilly yang merupakan salah satu gaya rock 'n' roll.

Rockabilly yang dimulai di berbagai kelab jazz melahirkan penyanyi rockabilly seperti Mickey Curtis, Masaaki Hirao, dan Keijirō Yamashita. Pada bulan Februari 1958, ketiganya tampil dalam konser Westan Kānibaru I (Western Carnival I) di gedung pertunjukan bernama Nihon Gekijō, Tokyo.

Di akhir dekade 1950-an, kepopuleran rockabilly yang mulai surut digantikan era Kabā Popsu (cover pops) yang terdiri dari berbagai jenis musik. Di antara tokoh cover pops terdapat musisi seperti Yūya Uchida dan Isao Bitō yang berakar pada genre rockabilly. Selain itu, cover pops dengan gaya Liverpool Sound lahir mengikuti kepopuleran grup-grup musik seperti The Beatles di sekitar tahun 1963.

Gitar elektrik produk dalam negeri yang bisa dibeli dengan harga murah membantu terciptanya demam Ereki (musik rock dengan gitar elektrik). Istilah "Ereki" merupakan singkatan dari kata erekigitā (gitar listrik). Penggemar musik rock di Jepang banyak yang berganti identitas dari pendengar setia menjadi musisi rock.

Musik rock di Jepang makin menggila ketika band rock n’ roll asal Inggris, The Beatles. Tahun 1965, ada band lokal bernama Tokyo Beatles merilis piringan hitam berisi lagu-lagu The Beatles dengan lirik bahasa Jepang. Selain itu, Tokyo Beatles juga mengeluarkan PH berisi lagu-lagu yang pernah dibawakan grup musik Inggris yang memainkan Liverpool Sound.

Ketika the Beatles benar-benar menggelar konsernya di Jepang, membuat grup-grup musik Ereki berganti warna musik agar ikut bisa bergaya British Invasion. Di antara perintis British Invasion di Jepang terdapat grup musik seperti Jackey Yoshikawa and his Blue Comets dan The Spiders.

Sejak akhir dekade 1970-an, grup musik dari label rekaman Indies terus populer, sehingga terjadi "Band Boom" di Jepang pada paruh kedua dekade 1980-an. Pada masa itu terdapat banyak sekali grup-grup musik yang populer. Princess Princess, Unicorn, Jun Sky Walker(s), Bakufu-Slump, dan Pink Sapphire adalah nama-nama grup musik pencetak banyak sekali lagu hit di pertengahan tahun 1980-an. Di jalur heavy metal, Seikima II merupakan band yang paling populer dan sering tampil di televise.

Di awal tahun 2000-an mulai terdapat gaya Seishun Punk yang dimulai oleh Stance punks, Gagaga SP, dan Going Steady. Saat itu populer grup musik seperti Bump of Chicken, Asian Kung-Fu Generation, dan Acidman yang tergolong genre Shimokita Kei.

Sejak pertengahan tahun 2000-an terdapat banyak sekali grup bergenre Melodic Hardcore dan Emocore seperti Ellegarden dan Asian Kung-Fu Generation. Musisi yang berjasa di masa kejayaan Melodic Hardcore tahun 1990-an juga ikut bangkit kembali, misalnya: mantan anggota Hi-Standar yang bernama Ken Yokoyama berkarier solo, Ultra Brain, dan Snail Ramp.

Di Indonesia, perkembangan J-Rock juga cukup popular. Berterimakasihlah kepada anime Jepang. Soundtrack anime banyak dinyanyikan musisi papan atasJepang. Sebut saja, L’ arc en ciel (dikenal juga sebagai Laruku), yang menyanyikan soundtrack serial Samurai X. Ada T.M. Network yang mengisi soundtrack-nya City Hunter dan Gundam. Selain itu, ada juga Mitsuko Horie, penyanyi solo yang menunjukkan kemampuan vokalnya lewatsoundtrack serial Saint Seiya dan Candy-Candy. Musik inilah yang kemudian disebut sebagai Japanese Rock (J-Rock). Tapi jangan salah, musik J-Rock tak hanya sebatas soundtrack anime saja. Semua musik bergenre rock yang dimainkan band atau penyanyi asal Jepang yang bisa dikategorikan J-Rock.

Yang terkenal tentu saja band yang menamakan dirinya J-Rock. Awalnya mereka adalah copy-cat fashion dan musikalitas Japannesse Rock. Meksi ini sudha menyelip dan melebur masuk dalam industri pop. Malah J-Rock baru saja mendapat kesempatan untuk merekam beberapa lagunya di Abbey Road, tempat rekeman legendaries di Inggris. Tempat yang sudah melahirkan beberapa band besar, termasuk The Beatles.

Lantaran gandrung dengan lagu soundtrack, banyak yang tertarik mendirikan band khusus memainkan musik ini. Lagu-lagu yang dimainkan tak jauh-jauh dari lagu tema anime. Wasabi dan Japanese Heroes adalah pelopor band J-Rock di sini. Kehadiran Wasabi dan Japanese Heroes memicu munculnya band-band pengusung J-Rock baru seperti J-Rocks, Jetto, dan Leto di Jakarta atau Sound Wave dan Lucifer di Bandung. Serunya, band J-Rock generasi baru ini memainkan tak hanya soundtrack saja. Tapi jugasingel-singel band J-Rock lain seperti X-Japan, Luna Sea, Dir and Grey serta Asian Kung Fu Generation.

Kemudian ada nama Amakuza, band heavy-metal dari Jakarta yang lahir karena sebagian besar personilnya sempat kuliah di Sastra Jepang. Mereka memilih bermain metal asli Jepang, dengan ornament musik klask Jepang. Malah Amakuza dan beberapa band metal pengusung Japannesse Metal, sempat merilis kompilasi indie, beberapa tahun silam di Jakarta.


Musik Indonesia di Jepang
Di Jepang, musik dari Indonesia memang belum menjad trend yang mewabah. Tapi bukan berarti tidak ada musisi Indonesia yang dikenal di Jepang. Harus dibedakan antara dikenal oleh masyarakat Jepang, disukai dan kemudian jadi trend, dengan dikenal di Jepang, tapi tidak terlalu popular di masyarakat Jepang itu sendiri.

Untuk yang pertama, kita harus menyebut nama maestro keroncong Gesang. Meski usianya sudah menembus 90-an, tapi Gesang adalah ‘keroncong-star’ di Jepang. Pencipta lagu ‘Bengawan Solo’ ini lebih dikenal dibanding Samsons, Peterpan atau Kangen Band misalnya.

Dalam IndonesianJapan Expo [IJE] 2008, Komponis Gesang Martohartono (91) dianggap sebagai simbol budaya dan benang merah yang mewakili hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang. Hubungan itu digambarkan hangat dan erat seperti hubungan persaudaraan. Nama Gesang adalah password untuk menyebut Indonesia dimata orang Jepang.

Percaya atau tidak, di Jepang sampa dibentuk Yayasan Peduli Gesang [YGP] yang selalu merayakan ulangtahun sang maestro dengan banya kegiatan. Sebagian dari mereka adalah orang Jepang yang berusia di atas 80 tahun, karena pada masa perang dahulu sudah mengagumi lagu Bengawan Solo. Mereka datang berombongan dari Jepang-asal Tokyo, Pulau Shikoku, Yokohama-dan tiba sehari sebelumnya. Setiap tahun anggota rombongan berganti-ganti, dan sebagian anggota tetap.

Beberapa nama lain juga sempat berkolaborasi dengan musisi Jepang, seperti misalnya Angklung dari Jawa Barat. Nama alat musik asli Indonesia ini cukup terkenal di Jepang ketika sempat berkongsi dengan alat musik bamboo Jepang.

Cuma itu? Tentu saja tidak. Jangan kaget kalau saat in isudah mulai muncul apa yang disebut J-dangdut [Japannesse Dangdut]. Benarkah? Agak mengejutkan memang, karena musik dangdut ternyata mulai dikembangkan di Jepang. Ada satu nama ngetop bernama Orkes Melayu [OM] Ranema, singkatan dari Rakyat Negeri Matahari. Mereka awalnya bernama Om Eksis dan memang memainkan dangdut dalam arti sebenarnya. Percaya atau tidak, lagu SMS yang ngetop lewat Trio Macan, di Jepang juga cukup popular, tentunya dengan bahasa Jepang.

Kemudian ada nama grup dangdut lain yang cukup beken bernama Om Hati93 Dangduters. Band ini pernah menjadi pembuka dari pertunjukkan OM Ranema. Oh ya, OM Ranema itu personilnya semua adalah musisi dari Jepang, tanpa orang Indonesia sama sekali. Kabarnya juga, nama Rhoma Irama juga menjadi kiblat dari dangdut yang dimainkan orang Jepang, selain nama-nama Elvi Sukaesih, Endang Wijayanti, Rita Sugiarto, Herlina Effendy, dan Ken Dedes Group. Kedekatan dangdut Indonesia di Jepang kabarnya karena ada salah satu musik asli bernama enka yang secara musical, penuh tetabuhan seperti dangdut.

Kemudian nama Slank juga berkibar. Apalagi seetelah album terakhirnya berkolaborasi dengan band rock n’ roll Jepang, The Big Hip. Malah band asal Gang Potlot Jakarta ini sempat membaut lagu berbahasa Jepang. Nama-nama band Indonesia yang sempat terdengar dan mengadakan konser atau show di Jepang juga cukup banyak seperti Samsons, Sheila On 7 atau Cokelat.

IndonesiaJapan Expo [IJE] 2008 yang akan digelar 1-9 November 2008 di Arena PRJ Kemayoran, salah satu kegiatan yang bakal menarik perhatian adalah festival musik Indie Jepang. Festival ini diadakan setiap hari dan final akan digagas di akhir event, tanggal 9 November mendatang. Kalau memang kamu tertarik untuk menonton penampillan band-band ala Jepang tampil, pastinya tak akan melewatkan kesempatan seru ini.

Sakura Sea at GTM......

nih gan performance Sakura Sea,,,,!!!



Update Video Sakura Sea gan!!!

nih penampilan lumayan nya Sakura Sea Gan...!!!

Pendatang baru yang pngen dikenal...

Nih beberapa foto dari Sakura Sea... check this out gan!